Sabtu, 26 oktober
2013.
Siang hari tadi, hujan yang cukup deras mengguyur kota
Bintaro. Alhasil, jalanan menuju lapak belajar anak-anak pemulung di Sarmili menjadi
sangat becek. Memasuki perkampungan Sarmili,kami melewati
perumahan elit yang notabene berlantai dua. Anak-anak bermain dengan muka
bahagia. Setelah beberapa saat kami menyusuri jalan sampah-sampah yang
berserakan mulai terlihat. Dan kemudian sampailah kami ke perkampungan pemulung
di daerah Sarmili. Tumpukan sampah hasil pulungan para pemulung ditumpuk . Hal
ini sudah biasa disini. Mereka hidup bersama tumpukan sampah tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan kampung Sarmili. Banyak tumpukan
sampah hasil pulungan para pemulung ditambah lagi tanah yang becek. Namun
keadaan ini tentunya tidak mematahkan semangat anak-anak untuk belajar. Miris memang, melihat keadaan seperti ini.
Perkampungan kumuh yang bersebelahan dengan perumahan elit.
Ketika para pengajar datang di lapak Bambu Pelangi, baru seorang anak yang ada di sana. Kemudian sebagian pengajar mulai mencari anak-anak untuk diajak belajar bersama. Satu demi satu anak terkumpul, tetapi tidak sebanyak hari-hari lalu. Ketika pengajar bertanya kepada penduduk setempat, ternata sebagian warga sedang mudik (pulang kampung).
Ketika anak-anak
yang datang sudah dirasa cukup, para pengajar memutuskan untuk memulai mengajar
(bagi sebagian pengajar, ini pengalaman pertama mereka mengajar di lapak).
Salah satu anak diminta untuk memimpin doa, dan luar biasanya anak-anak sangat bersemangat dalam hal ini. Mereka berebut untuk mendapatkan giliran memimpin doa. Seperti sudah menjadi kebiasaan, anak-anak bernyanyi sebelum berdoa (lirik lagu akan ada di postingan selanjutnya). Kemudian anak-anak melantunkan doa dengan fasih dan penuh semangat.
Salah satu anak diminta untuk memimpin doa, dan luar biasanya anak-anak sangat bersemangat dalam hal ini. Mereka berebut untuk mendapatkan giliran memimpin doa. Seperti sudah menjadi kebiasaan, anak-anak bernyanyi sebelum berdoa (lirik lagu akan ada di postingan selanjutnya). Kemudian anak-anak melantunkan doa dengan fasih dan penuh semangat.
“Siapa yang
kalo udah gede mau jadi presiden?”
“Aku ngga mau jadi
presiden” teriak anak-anak.
“Kak, aku kalo udah
gede mau jadi pramugari…” kata seorang gadis kecil kelas 3 sd bernama Wiwin.
Senang sekali mendengar mereka memiliki cita-cita tinggi. Para pengajar
mengapresiasi dengan bertepuk tangan, sebagian juga meng-Amini.
Pelajaran dimulai, anak-anak
mulai belajar dengan para pengajar. Karena jumlah pengajar cukup banyak, jadi satu
pengajar mengajar satu anak. Kelas yang sempit dan anak yang banyak membuat
kelas menjadi gaduh. Tapi mereka tidak mempunyai pilihan lain selain bertahan
dan menerima keadaan. Mereka ingin belajar.
Seiring berjalannya
waktu, keadaan kelas menjadi remang-remang karena tidak adanya penerangan
seperti lampu di dalam kelas. Tetapi sebagian anak-anak yang sedang mengerjakan
PR mereka masih bersemangat untuk belajar tanpa mempermasalahkan hal itu.
Menjelang Adzan Maghrib, pembelajaran ditutup. Anak-anak diminta memimpin doa kembali. Semangat mereka
tidak pernah menurun, mereka tetap bersemangat untuk berebut memimpin doa. Kemudian satu-persatu anak menyalami kakak pengajar dan berpamitan pulang.
Satu hal lagi yang berkesan bagi kami hari itu, ketika
pengajar keluar dari perkampungan pemulung, seorang anak kecil
bernama Rena lari dengan sangat kencang.
“Kakakkkkkk......”
dia berteriak sambil berlari.










0 komentar:
Posting Komentar